Minggu, 27 Juli 2008

SESAT

BEBERAPA seksolog, menyebut zaman sekarang sebagai zaman yang sudah sesat dalam konteks perilaku orang-orang berhubungan seks di luar nikah. Sebutan itu makin kental, ketika ada sebuah penelitian yang dipublikasikan baru-baru ini yang menyatakan lebih 80 persen responden yang berusia remaja, sudah melakukan hubungan badan di luar nikah. Lebih parahnya lagi, para remaja yang mengaku sudah melakukan hubungan badan itu, melakukannya di rumah sendiri, tentu saat rumah sedang sepi.
Bagi saya sebagai orang gampong, fenomena ini sangat menggelisahkan. Hanya saja ada catatan, bukan saja dari remaja, tapi dari manusia semua umur. Ini berdasar pada kenyataan selama ini, ternyata banyak orang menemukan orang yang berkhalwat di sekitarnya. Ada yang ditemukan dalam keadaan telanjang bulat, ada yang setengah telanjang. Ada yang bahkan tinggal sekamar berhari-hari antara lelaki dan perempuan, berhari-hari.
Ini merupakan fenomena yang patut membuat saya gusar, barangkali juga Anda sebagai pembaca. Karena seks bebas, baik dalam konteks agama maupun dalam konteks sosial, merupaka sebentuk penyakit yang sangat membahayakan kita.
Karena mengerti sebagai sebuah penyakit, maka agama dalam pemahaman saya sebagaimana pernah saya dapatkan, menitipkan sebuah kewajiban untuk menjaga lingkungannya dari orang-orang yang berpenyakit itu. Sebanyak 44 rumah sekeliling tempat berzina (dalam pengertian hubungan seks di luar nikah) akan merasakan ganjalan dari perilaku sepasang umat manusia.
Pemikiran seperti ini, bagi sebagian pihak, bisa jadi dianggap sangat tradisional. Maka sepihak orang menganggap seks bebas bukan sesuatu yang patut dirisaukan. Malah ketika ada orang yang berzina, orang-orang seperti ini juga akan membela habis-habisan. Tidak bagi orang gampong, yang merasa berdosa bila di gampongnya terdapat orang yang berzina.
Antara keinginan dan kenyataan sudah mendapat jurang. Walau dibenci, ternyata itu juga terlihat dalam kenyataan. Makanya butuh semacam validitas. Sebagai orang gampong yang gelisah, saya merasa di gampong kita penting dilakukan penelitian serupa seperti yang diungkapkan di atas, agar orang-orang di sekitar kita juga menjadi sadar tentang berbagai hal di sekitar kita.
Penting, karena untuk mengetahui sudah sejauhmana fenomena yang kita anggap ada di luar sudah luar biasa. Agar mempersiapkan diri, dengan berbagai proteksi terhadap anak-anak kita. Selain itu, bila memang hasilnya sudah parah, untuk segera tersusun rencana masa depan yang lebih baik.
Katakanlah semacam warning. Gunanya, untuk melihat sejauhmana masyarakat semakin terbuka dengan persoalan seks bebas, dari dulu di beberapa daerah hal ini masih dianggap tabu. Bila terjadi pergeseran dengan makin bebasnya perilaku seks, maka ikatan norma-norma menjadi tidak penting lagi. Nah, apakah di sekitar kita, ketika ada kehamilan secara tidak sah, lalu bukan lagi menjadi masalah?
Tidak adil, dalam persoalan ini bila hanya menyudutkan perempuan. Sebuah kehamilan, secara biologis, terjadi karena ada dua titik temu –ada sperma laki-laki dan ovum perempuan. Walau dalam catatan sejarah keislaman, ada perempuan yang dikehendaki Allah untuk melahirkan anaknya tidak lewat hubungan biologis yang sebagaimana kita kenal lewat pengetahuannya.
Banyak persiapan yang harus dilakukan. Saya termasuk orang yang tidak memandang ini sebagai masalah biasa-biasa saja. Masalah ini adalah luar biasa, perlu penanganan serius, karena kebebasan seperti ini akan menjadi sebuah penyakit dalam masyarakat.
Sebagai penyakit, tentu harus diobati walau harta yang harus dijual. Ketika penyakit sudah datang, pengobatannya jauh lebih susah dari menjaga orang-orang agar tidak sakit. Sedia payung sebelum hujan, menjaga manusia sebelum sakit.
Saya tidak peduli bila ada orang-orang yang menganggap ini bukan penyakit, karena bisa jadi, orang seperti itu sebenarnya juga sudah berpenyakit. Paling tidak, sudah salah minum obat.[]

(Sulaiman Tripa)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda