Sabtu, 06 September 2008

GOYANG

DALAM televisi berlabel pendidikan di Indonesia, goyang sudah sangat familiar.
Berbagai jenjang audisi dilakukan untuk mencari bibit-bibit orang yang akan bergoyang.
Berbagai kontes dilakukan. Beberapa mata kontes, kemudian juga diambil televisi lain
yang tidak berlabel pendidikan.
Goyang sedang menampakkan kekuasaan dalam bentuknya sendiri. Maka ketika
bergoyang, mata terbelalak. Mulut bicara. Lengkap dengan gerakan, yang sebagiannya
adalah padanan dalam ruang-ruang birahi.
Tak masalah, karena itu kemudian dianggap sebagai kreatif. Kebebasan dari
seseorang untuk menemukan corak kreasinya. Zaman ini adalah zaman yang membesar-
besarkan orang yang berkreasi melewati batas-batas milik bersama. Dan itu, sering
dianggap oleh orang-orang beraliran kaplat sebagai sebentuk kemajuan.
Lahir beberapa kelompok goyang dengan namanya sendiri. Nama itu lahir dari
gerak, yang makin lama, makin tidak beretika dan estetika. Tapi siapa yang peduli
dengan etika dan estetika ketika kebutuhan pasar meningkat. Selama ini, berhasil
membuat sensasi seperti lebih penting dari memperhatikan etika dan estetika.
Kontes goyang adalah pasar. Ketika sebuah goyang dijual, banyak pihak yang
mendapatkan untung. Kontes dengan mengandalkan layanan short massage service
(sms), tidak hanya mendatangkan untung bagi para pegoyang. Kontes yang diiringi
dengan sms, juga akan menguntungkan pihak-pihak yang mengelola sms.
Satu sms berharga lima kali lipat dari harga biasanya. Dengan satu sms, entah
berapa bagian kemudian disalurkan ke masing-masing pihak yang mengelola pasar.
Sebuah pasar, sudah pasti perhitungan laba-untung yang kental. Laba-rugi, identik
dengan materi. Pihak yang mengelola dan memiliki modal awal untuk ini, akan
mendapatkan hak yang lebih.
Ada banyak hal yang kemudian berkait dan dikait-kaitkan. Dipenghujung
kekuasaan Orde Baru, beberapa pejabat Orde Baru ikut dalam acara goyang-goyangan.
Parahnya, sebagian terjebak pada memperbanyak perempuan pendamping hidupnya. Ada
yang sah, ada yang tidak sah. Itu baru terbongkar sekarang, mungkin ketika kepentingan
antarpihak sudah menepi ke pinggir. Maka perempuan pun sudah berani menggugat dan
memberitahukan kepada orang-orang.
Kini, para pejabat dari banyak daerah juga ikut dalam mata acara ini. Orang-orang
berlabel pejabat pun memberi dukungan untuk orang-orang dari kawasannya yang
bergoyang. Ada yang ikut langsung ke lokasi goyang untuk memberi dukungan, walau
pada saat yang sama berita tentang kemelaratan orang-orang yang tertinggal di
daerahnya, dilupakan untuk sesaat.
Ada juga yang menjalin kerjasama dengan pengelola televisi untuk menayangkan
itu, tentu dengan biaya yang sudah tertentu jumlahnya. Tak masalah dengan mata acara,
karena dianggap itu sebagai promosi.[]
Sulaiman Tripa

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda