Rabu, 19 November 2008

TAKUT

HAMPIR setiap hari kucing lewat jalan itu, ia selalu melihat tikus-tikus got keluar berlarian sambil kejar-kejaran bersama beberapa kawannya. Saat pertama kali melewatinya, seekor kucing sempat kaget. O, ternyata ada tikus yang sebesar badannya.
“Di sini sepertinya banyak sekali ceurapee,” kucing, awalnya mencoba bertanya-tanya.
“Tapi sepertinya itu bukan ceurapee. Ceurapee nggak seperti itu,” pikirnya lagi.
“Apalagi, ceurapee tak bisa hidup di tengah kota. Tapi, apakah ini kota?” tanya kucing lagi dalam hati.
Ya, seperti kucing itu, mungkin tak semua orang tahu ceurapee. Binatang yang mirip tikus, tapi ekor panjang dan cantik membedakannya dengan tikus. Orang-orang yang memelihara ayam, sangat takut pada ceurapee. Pasalnya ceurapee tak sungkan-sungkan memangsa ayam.
Pemangsa ayam yang lain, ular misalnya, juga takut sama ceurapee. Soalnya, ceurapee sangat suka dengan mata ular yang (mungkin) lezat. Makanya kalau jumpa ular, selalu mata yang dicari.
Pernah Apa Ali di Gampong Baroh, memelihara ratusan ekor ayam di belakang rumahnya. Hampir tiap hari ada saja dua-tiga ayamnya yang hilang. Tak berbekas. Orang gampong tahu, itu pasti dimakan ceurapee.
Dalam memakan mangsa, ceurapee jarang meninggalkan bekas. Bukan karena ditolong sesama kawannya, seperti rimueng pluek dengan beberapa mengejar seekor kuda, dalam acara satwa di siaran televisi. Ceurapee memang profesional. Ia sengaja tak meninggalkan bekas, biar besoknya ia bisa dengan leluasa memangsanya lagi karena sang empunya tak tahu kalau perliharaannya habis satu persatu.
Untung Apa Ali sedikit sigap dalam menjaga harta. Tiap pagi dan sore ia tak lupa mendata. Ya, semacam menghitunglah. Ayamnya dihitung dari keluar geureupoh, sampai kembali ke geureupoh lagi. Saat ayam-ayam keluar dan pulang untuk makan.
Masalahnya, ceurapee lebih profesional. Geureupoh Apa Ali dibobol dengan rapi. Ceurapee sudah lama mempelajari celah-celah dari geureupoh Apa Ali itu. Jadi mangsanya selalu saja raib. Ia selalu lolos. Kalau tidak jeli begini, ayam-ayam akan habis dengan sendirinya.
Di Gampong Baroh, karena terilhami profesionalisme ceurapee, ada seorang pelawak, Amat namanya, sekarang dipanggil dengan Amat Ceurapee. Karena ia pandai membuat orang sampai tertawa terpingkal.
Beda dengan tikus, gaya mangsanya meninggalkan jejak. Maka seringkali, tikus bisa terkena jebakan. Kalau ia makan buah-buahan, dari makanan rendahan seperti kulit pisang, sampai buah mewah seperti apel, tak pernah habis ia makan. Dalam hal makan, ia memang mirip tupee yang membobol buah kelapa menjadi boh lupieng.
Bukan hanya buah-buahan, tikus memakan ikan asin pun selalu meninggalkan bekas. Sisa ikan asin disebarkan ke rata tempat, sehingga tak jarang menebarkan bau yang tak sedap. Tahu ‘kan, bau ikan asin baru menyengat mengundang nafsu makan bila digoreng di siang hari saat sinar mentari terik sekali. Lawannya pasti kuah leumak (kuah santan seperti masakan Minang). Apalagi siang-siang bulan Puasa.
Saat semua rumah sudah gundah dengan ulah sang tikus, warga gampong sepakat untuk membasminya. Ada yang menggunakan racun, lem tikus, kandang perangkap, sampai memelihara kucing yang mampu dan mau mengejar tikus.
Di rumah yang banyak anak-anak, sudah pasti pemilik rumah tak akan menggunakan racun, karena bisa berbahaya bagi semuanya. Di rumah yang banyak barang elektronik, menggunakan lem tikus juga bukan pilihan yang baik, karena resiko terjerempet ke barang-barang itu saat tikus melawan-ronta. Di rumah yang sedikit sempit, model perangkap juga tak begitu bagus bagi tata letak rumah.
Banyak rumah kemudian memelihara kucing untuk menggunakan jasanya. Modal tak banyak yang harus dikeluarkan, karena makanan kucing juga bekas pemilik rumah makan –ketimbang terbuang. Kucing juga tak harus dibeli. Banyak orang gampong seberang yang memang berkarung-karung membuang kucing ke gampong ini.
Resikonya, kucing kerap tak jujur dalam menjalankan tugas. Ikan-ikan yang melelehkan liur, tak dilihatnya bila di depan tuan. Giliran pemilih rumah lengah, ia tak hanya melahap ikan-ikannya, tapi juga membawa lari piring-piringnya.
Celakanya, kucing juga kerap meninggalkan bekas. Tulang-tulang ikan yang tak habis dimakan, ditinggalkan meusiseue begitu saja di sembarang tempat. Kalau itu, tuan masih sangat mentolerir. Tapi yang sedikit menyebalkan, bangkai tikus juga ditinggalkan sembarangan. Itu ‘kan bisa menghilangkan nafsu makan tuannya?
Marwan, anak Apa Ali, suatu waktu sampai marah besar saat di bawah tempat tidurnya ada kepala tikus.
“Sudah resiko kita dalam menggunakan jasa kucing,” begitu Apa Ali mencairkan suasana dalam rumahnya.
Rupanya, Apa Ali masih sangat bangga biar kucing membuat beberapa masalah. Apalagi dapat kepala tikus, itu akan efektif sekali untuk menghitung jumlah tikus yang berhasil dimangsa; juga terlihat tikusnya yang cekatan dan berani.
Sampai suatu waktu, tikus-tikus sudah tak ditemui di rumahnya. Apa Ali sudah sangat lega. Persoalan tikus sudah selesai, walau gangguan ceurapee masih kerap terjadi. Walau harus menanggung makan kucing, tak masalah, karena tikus berhasil dibasmi.
Mendekati bulan Puasa lalu, di Gampong Tunong terjadi wabah penyakit. Setelah diteliti dokter, ternyata penyakit itu disebarkan tikus. Banyak warga terkena. Beberapa kali dilakukan operasi besar-besaran mengejar tikus, tapi tikusnya tak kelihatan berkurang.
Sang Kepala Gampong pun membuat kontes. Ketika sampai ke telinga Apa Ali ada kontes mengejar tikus, ia jingkrak kegirangan.
“Saya akan dapat uang besar tahun ini. Ya, dekat uroe raya (hari raya) pula,” pikirnya.
Wajar ia girang. Pasalnya, ia memiliki seekor kucing piaraan yang sangat cerdas dan berani dalam menangkap tikus.
Kontes itu pun diterima dengan segera. Kontrak perjanjian segera diteken antara Apa Ali dan keusyik. Lalu kucing pun mulai dilepaskan untuk beroperasi. Sang kucing kaget bukan main, saat melihat puluhan kucing di sana tapi tak berbuat apa-apa. Mereka tak seperti mengejar tikus. Tapi ia tak peduli. Ia menyisir gampong, tak ditemukan sisa-sisa kepala. Tak ada juga bulu-bulu yang jadi penanda. Tak ada pula gigi yang jadi penunjuk.
Di sudut jalan, ia mundur beberapa langkah. Ternyata seekor tikus yang sebesar badannya, sedang menuju ke arah kucing itu. Sambil berbalik arah, melirik kucing-kucing lain yang menonton fenomena itu dengan tenang, kucing Apa Ali mengambil langkah seribu.
Kok bisa? Bingung ‘kan? Kini, tikus-tikus got jauh lebih berani ketimbang kucing Apa Ali. Apa Ali tak terlihat lagi di muka umum ketika kucingnya menceritakan ada tikus yang sebesar ceurapee. [sulaiman tripa]

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda