Kamis, 06 November 2008

WATAK

DI gampong saya, ada enam aneuk bangai gampong (kita singkat saja dengan ABG), yang memiliki kepribadian berbeda-beda. Semua mereka bertingkah menurut gaya masing-masing. Perilakunya, kerap tak lazim, dan aneh, sepertinya memang cenderung meminta perhatian.

Pertama, namanya Bawas. Sehari-hari, Bawas ini sebagai penggali pasir. Lalu pasir itu dijual untuk mendapatkan uang hari-harinya. Sorenya, ia mejeng. Rokok kretek putih tak pernah lekang dari tangan kanannya. Bungkusannya, selalu berada di kantong belakang celana jeans yang dipakai, dengan tampak setengah bungkusannya. Bajunya sedikit ketat. Di dada sebelah kanannya, selalu berlambang kelinci. Barangkali, Bawas memiliki beberapa baju dengan cap serupa.
Selama ini, rantai sudah tak pernah --- dari lehernya dengan ukuran raksasa. Ia memakai kalung besar. Tapi di gampong, orang-orang menyebut rantai untuk orang laki-laki yag memakai kalung. Alasan orang gampong, karena kalung itu bukan perhiasan lak-laki. Dulu orang-orang gampong-----

Kedua, Rahimah. Seorang gadis, yang sangat suka memperlihatkan likuk tubuhnya. Ia selalu memakai celana jeans baggy, dengan ukurannya yang pas, yang tampak sedikit pusarnya. Buah dadanya juga sedikit menyembul. Bajunya, ketika celana dalamnya yang berwarna-warni sering tampak.

Rahimah, tipe gadis (entah ia masih gadis?) yang sangat suka senyum kepada siapa saja. Senyuman itu, akan tambah mengembang bila bertemua dengan pemuda-pemuda yang tanggung yang datang dari luar gampong. Ini tentu sangat disukai oleh orang-orang muda yang sehari-hari selalu punya jadwal mejeng.

Ketiga, Maruah, seorang pemuda yang tidak terlalu ganteng, tidak terlalu tampan. Keluarganya, seperti keluarga saya, miskin. Tapi penampilannya sangat berlebihan, hingga orang-orang yang melihatnya tak akan menyangka bahwa ia berasal dari keluarga miskin. Orang tuanya kelimpungan mencari duit untuk membeli baju baru untuknya. Bahkan sepetak tanoh blang yang dimiliki terpaksa dijual karena Maruah menginginkan sebuah sepeda motor.

Kini, di telinganya sudah berderet empat kerabu di telinga kanannya yang ditindik teratur, satu di antaranya ditindik dengan bertindih. Bahkan ia memiliki sau tindikan di hidungnya. Tak segan dan tanpa malu, ia menampakkan anting-anting itu kepada semua orang.

Keempat, Wahta, perempuan dengan rambut yang berwarna-warni. Ia tidak suka dengan jilbab. Sama sekali tidak suka. Walau di gampong sering dilakukan razia untuk orang-orang yang tidak mengenakan jilbab. Tapi ia memang tidak pernah tertangkap saat razia jilbab yang dilakukan di gampong.

Rambutnya kerap bertukar warna. Kemarin kuning, hari ini merah, besok biru, lusa bisa jadi oranye kayak kulit jeruk. Nah, warna pirang inilah yang paling ia suka. Mungkin ia sering memimpikan untuk mendapatkan rambutnya yang seperti kepunyaan bule yang akhir-akhir banyak keluar-masuk gampong.

Kelima, Brasta, lelaki tanggung yang sedang mencari identitas diri. Bila mencarinya, sangat mudah ditemui di rumah-rumah orang gampong yang memilik anak gadisnya. Ia sudah tahu rumah mana saja yang ada anak gadis. Ia sampai menggilir rumah-rumah dan duduk berlama-lama di rumah gadis tak perlu tahu, apa yang punya rumah suka atau tidak.

Karena ia orang asoe lhok, maka sering ada orang gampong yang merasa risih. Yang ada hanya jadi bahasa tertawaan. Lain halnya bila ada orang-orang yang di luar gampong yang bertingkah seperti itu.

Keenam, Pipis, anak orang kaya, memiliki motor, selalu membawa gadisnya untuk berlama-lama di pinggir pantai di sudut gampong. Ia memiliki 1001 cara untuk bisa mendedah tubuh perempuan di sana.

Kabarnya, ia anak seorang tokoh, salah satu pacarnya juga anak seorang tokoh di gampong. Suatu waktu, orang-orang gampong, terpaksa menangkap mereka yang sedang telanjang di pinggir pantai. Ada semak-semak di sana. Tapi karena ia anak seorang tokoh, maka tak ada proses pemandian terhadap mereka. Di gampong, orang-orang terlalu teringat sama orang tuanya yang punya kuasa.[ST]

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda