Selasa, 02 Desember 2008

PEUJROH

ADA pengadilan damai di gampong-gampong yang diketuai oleh Keusyik, dengan dibantu oleh Teungku Imuem Meunasah dan anggota Tuha peut. Namanya, Peujroh. Pengadilan ini untuk menyelesaikan sengketa antaranggota masyarakat yang terjadi di kampung-kampung.

Ada yang masih berlaku sampai sekarang. Beberapa waktu yang lalu, pimpinan di gampong saya menggunakan ini sebagai jalur penyelesaian suatu masalah yang dianggap besar di sana. Ada dua pemuda yang berkelahi dan melibatkan anggota keluarganya.

Perkelahian itu terjadi hingga meributkan seluruh jurong. Lalu menjadi pembicaraan di warung-warung. Keadaan ini, dipandang bisa memicu lahirnya keributan-keributan baru.

Biasanya, orang yang kalah dalam perkelahian akan mencari-cari selah untuk bisa membalasnya. Begitu mendapat kesempatan, perkelahian bisa saja timbul kembali.

Lalu pimpinan gampong berembug untuk menyelesaikan masalah ini. Kedua pihak dipanggil untuk mengungkapkan masalah masing-masing. Masing-masing pihak, yang paling dominan dilakukan adalah membela diri.

Pihak yang didengar pengakuannya itu dibagi dalam dua waktu. Tidak satukan, agar masing-masing bisa menceritakan secara tuntas dan tanpa beban. Kemudian dihadirkan saksi-saksi yang mengetahui peristiwa itu.

Setelah itu para pemimpin kampung akan duduk terpisah sambil memikirkan jalan penyelesaian yang terbaik. Berbagai analisa dikeluarkan untuk mengungkapkan kemungkinan dan alternatif penyelesaian. Sebelum memanggil semuanya, mereka sudah memiliki beberapa alternatif penyelesaian yang akan ditawarkan.

Lalu, semua pihak dihadapkan dalam satu waktu. Pimpinan kampung menceritakan intisari yang disampaikan oleh masing-masing pihak, termasuk para saksi. Setelah itu, dalam ruang itu, masing-masing pihak masih dibenarkan untuk menyanggah atau menambah keterangan masing-masing. Setelah itu bubar.

Pada masa tenang, masing-masing pihak yang bersengketa dipanggil kembali di waktu yang terpisah. Pada saat itu, mereka ditawarkan beberapa alternatif penyelesaian yang dianggap akan sama-sama menguntungkan.

Bila di antara alternatif yang ditawarkan itu diterima, maka kedua pihak dipanggil kembali untuk disampaikan keputusan. Jadi, keputusan itu sangat mencerminkan kemauan kedua pihak, yang akan mencapai suasana saling menguntungkan.

Hal yang sangat diperhatikan dalam prose situ adalah menjaga perasaan malu mereka yang bersengketa. Bila tidak diperhitungkan perasaan malu ini, sangat berpotensi timbulnya sikap, semisal daripada singet got meutunggeng.

Inilah yang tidak diinginkan dalam kehidupan kampung, karena bila ini terjadi, permasalahan akan semakin besar dan sulit diselesaikan.

Atas dasar penyelesaian ini pula, hukuman masing-masing pihak diambil hanya yang benar-benar bisa menjadi obat. Termasuk dalam sengketa berdarah sekalipun, keputusan untuk penghukuman selalu memikiran segala hal ini secara matang.

Makanya di banyak sengketa, dengan proses seperti ini, para pihak sering merasa memiliki saudara baru, ketimbang berfikir sebagai mantan lawan dalam sengketa.

Setelah proses peujroh selesai, secara tidak langsung, para pihak yang membuat sengketa akan menjadi juru kampanye baru kepada orang lain agar tidak membuat sengketa dalam hidup.

Karena manusia, pada dasarnya adalah saling bersaudara. [Sulaiman Tripa]

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda