Jumat, 21 November 2008

POLITIKUS

BASYAH, pemuda taat dari Gampong Seulaseh, akhir-akhir ini kelihatan sibuk sekali. Tak seperti biasanya. Lazimnya, Basyah hanya sibuk ke kebun di bineh gle. Di sana, Basyah memelihara sekitar 50 ekor ayam gampong. Ayam-ayam itu, diberi makan dengan umpan kota, yang disebut baja ayam, agar selalu bertelur.
Telur-telur itu, dikocok dengan air kopi bercampur susu. Rasanya nikmat sekali. Pecandu telur setengah matang, tiap pagi juga menunggu banyak telur di warung Apa Baka di sekitar pinggir gampong.
Sulit sekali mendapatkan boh manok gampong. Tapi yang benar-benar boh manok gampong, seperti yang ditemukan banyak pemilik ayam dari beurandang tiap bangun pagi.
“Sekarang ini, boh manok tanpa baja, itu sulit sekali,” kata Apa Baka.
“Boh manok itu, ada rona merahnya,” katanya.
Termasuk si Basyah, ia tak memberi ayam dengan lhoek (dedak) dan keureumeuih (ampas kelapa) lagi. Basyah sudah menggantinya dengan baja. Dengan umpan kota itu.
Tak jelas, kenapa orang di Gampong Seulaseh menyebut umpan sebagai pakan ayam itu sebagai baja. Padahal, baja itu berkelamin logam. Sebutan lain di Gampong Seulaseh, untuk pupuk juga disebut baja.
Tentunya, termasuk pakan ayam yang diberikan Basyah untuk ayamnya itu.
“Basyah ‘kan juga kepingin ayamnya bertelur banyak-banyak,” ujar Apa Baka, lagi.
Begitulah aktivitas Basyah. Memelihara 50 ekor ayam. Selain itu, Basyah masih mengelola 128 batang pohon coklat (kakau). Coklat itu ditanam di sela-sela kandang ayamnya.
Dulu, Basyah bahkan sibuk dengan menanam palawija. Sehabis panen blang, Basyah rajin menanam palawija di persawahan. Padahal, jarang masyarakat gampong yang menanam palawija sehabis panen padi di sawah. Tapi dulu, Basyah rajin melakukannya.
Kini, kesibukan itu sudah jarang terlihat. Basyah bahkan sudah jarang terlihat meuleuhop tubuhnya. Kesibukan Basyah seperti sudah berganti dari hari-hari biasanya.
Dalam minggu ini, Basyah sampai tiga kali bolak-balik ke kantor polisi. Basyah baru saja selesai mengurus surat keterangan catatan kriminal (SKCK) dari kantor polisi.
Minggu sebelumnya, Basyah sibuk memfotokopi ijazahnya. Ya, ijazah sekolah menengah umum. Lalu ia membawa ke sekolah untuk dilegalisir oleh kepala sekolah.
Minggu sebelum itu, Basyah mondar-mandir di kantor pajak untuk mengurus nomor pembayaran wajib pajak (NPWP). Padahal Basyah hanya masyarakat biasa, yang pajak bumi dan bangunan hanya Rp50 ribu pertahun.
Hari-hari sebelum itu, Basyah sibuk mengisi tiga macam formulir. Membuat akte kelahiran, sampai memperbarui kartu keluarga di kecamatan. Membuat catatan penduduk dari camat.
Pokoknya, orang-orang Gampong Seulaseuh, melihat Basyah menjadi orang yang sibuk. Belum lagi, dari pendiam, kini Basyah menjadi orang yang banyak berbicara. Dari jarang duduk di warung kopi, menjadi pembayar orang yang minum kopi, lalu bercerita banyak, sementara orang-orang Gampong Seulaseh berutang mendengarkannya karena Basyah sudah membayar kopi mereka.
Berhari-hari seperti itu. Pagi-pagi, Basyah sudah berpakaian rapi lalu pergi entah kemana. Naik bus, pulang-pergi, dengan tas jinjing di tangannya. Berwarna hitam. Orang-orang gampong tak pernah tahu ada apa di dalam tas itu.
Dari sayup, orang-orang gampong hanya mendengar kabar, kalau saat ini musim pemilihan orang-orang telah tiba. Mereka dipilih untuk menduduki beberapa kursi yang diperebutkan. Namanya kursi basah, atau bisa bernama apa saja.
Para pengisi kursi itu, seperti keharusan untuk banyak berbicara. Semua berebut untuk mencari pendukung ramai-ramai. Semakin ramai pendukung, semakin besar kesempatan memperoleh kursi.
Basyah menjadi ternyata telah menjadi salah satu orang yang berebut kursi basah itu. Makanya ia selalu membayar kopi orang-orang yang setiap pagi nongkrong di warung Apa Baka. Orang-orang tak lagi meminum boh manok gampong milik Basyah. Walau Basyah cukup sering membayarnya.
“Aku mau menjadi politikus,” kata Basyah, suatu pagi.
“Makanya aku butuh dukungan. Biar aku bisa membangun Gampong Seulaseh,” sambungnya.
Basyah lupa, banyak orang sepertinya yang berjanji lalu membayar kopi mereka di pagi datang. Padahal mereka tidak akan memilihnya lagi. Mereka akan memilih orang lain yang bukan poli tikus.
Tapi Basyah tetap tak mengerti. [sulaiman tripa]

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda