Senin, 28 Juli 2008

BANJIR

ADA bayang-bayang baru di sebuah gampong. Bayang-bayang itu bernama banjir. Air yang mengalir di sungai, bisa seperti air laut yang memantik gelombang raya, berbias untuk melahirkan berbagai tafsir. Yang lebih dominan adalah ujung, bukan pangkal. Sama seperti pepohonan yang dibawa oleh air yang deras, berupa potongan sisa.
Gampong saya, beberapa waktu yang lalu juga menimpa banjir. Ada kebiasaan bagi anak muda tanggung di sana, ketika banjir datang sore hari, mereka akan memakai pakaian kotor dan menunggu di pinggir sungai sambil menunggu ada sisa pepohonan yang lewat.
Begitu terlihat, ada beberapa yang langsung bersiap. Siapa yang memegang lebih dulu, ia yang dianggap berkuasa. Sedang di pinggir, orang bersorak-sorai begitu ada yang menang dan ada yang kalah. Ini menjadi kebiasaan saat banjir datang sejak sore hari. Gulungan air coklat susu tidak dianggap menakutkan.
Namun apa yang terjadi dengan banjir yang terakhir? Datangnya pukul 23.00 malam. Jelas, tak memungkinkan anak muda tanggung untuk menunggu sisa pepohonan di pinggir sungai. Kejadian yang terakhir, membuat mereka harus menyelamatkan apa saja isi rumah karena air masuk ke gampong sampai mencapai ketinggian 1,5 meter.
Tua-muda, remaja-bayi, akhirnya memilih mengungsi di pinggir bukit. Kali ini, mereka sudah mulai sering bertanya, kenapa banjir? Ketika banjir menjadi kebiasaan dan kualitas biasa-biasa saja, sudah terlanjur dianggap bukan sebagai keanehan. Apalagi anak-anak memang sesekali suka bermandi ria di depan rumah.
Padahal, banjir, mau besar atau kecil, sebenarnya adalah masalah. Banjir teuka karena alam sedang tak normal. Tapi orang yang mengingatkan bahwa manusia sering membuat ketidaknormalan alam, sering dianggap sebagai angin lalu.
Lihatlah yang terakhir, di mana-mana, ada banjir. Rumah-rumah di gampong, yang umumnya terletak tak jauh dari sungai, sudah pasti turut dikunjungi genangan air dan sisanya adalah, tentunya lumpur. Tempat tinggal di Banda Aceh, juga seperti itu. Pada saat yang sama, dengan beberapa banjir.
Di televisi, di radio, di suratkabar, berita banjir terdengar di mana-mana. Di Jakarta lumpuh, karena banjir. Di Bogor, Bandung, Tanggerang, semua banjir. Apalagi di sebagian wilayah Jakarta yang tiap tahun dikunjungi banjir.
Ketika sesuatu sudah sangat akrab dengan kehidupan kita, seperti banjir, misalnya, maka itu sudah tidak dianggap lagi sebagai sebuah keanehan. Sesuatu yang sudah sering, sudah lazim, tidak lagi terlihat aneh. Sama sekali tidak.
Anda yang tinggal di kawasan yang langganan banjir, tidak pernah merasa ganjil lagi dengan banjir. Seperti beberapa kawasan di Jakarta, ketika musim hujan tiba, maka mereka pun bersiap-siap untuk menghadapi yang namanya banjir.
Tak ada keanehan, menyebabkan kesigapan oleh pihak yang berwenang, juga akan berlangsung biasa-biasa saja. Bayangkan bila sebuah kawasan karena terlalu sering banjir, tapi upaya untuk menghindari banjir tidak dilakukan secara serius. Yang banyak adalah menyediakan bantuan ketika banjir tiba. Ada orang yang kehilangan makanan karena banjir, lalu diberikan bantuan sosial berupa makanan untuk korban banjir. Sedang banjir terus ada tiap tahun.
Banjir, telah menyebabkan rapuhnya konsep matematika. Persoalan kemanusiaan menjadi ruang untuk program baru. Sangat ironis bila efektivitas program yang semestinya, menjadi berkurang.
Kita memang aneh. Semoga tidak menjadi selalu aneh![]

(Sulaiman Tripa)

Minggu, 27 Juli 2008

SESAT

BEBERAPA seksolog, menyebut zaman sekarang sebagai zaman yang sudah sesat dalam konteks perilaku orang-orang berhubungan seks di luar nikah. Sebutan itu makin kental, ketika ada sebuah penelitian yang dipublikasikan baru-baru ini yang menyatakan lebih 80 persen responden yang berusia remaja, sudah melakukan hubungan badan di luar nikah. Lebih parahnya lagi, para remaja yang mengaku sudah melakukan hubungan badan itu, melakukannya di rumah sendiri, tentu saat rumah sedang sepi.
Bagi saya sebagai orang gampong, fenomena ini sangat menggelisahkan. Hanya saja ada catatan, bukan saja dari remaja, tapi dari manusia semua umur. Ini berdasar pada kenyataan selama ini, ternyata banyak orang menemukan orang yang berkhalwat di sekitarnya. Ada yang ditemukan dalam keadaan telanjang bulat, ada yang setengah telanjang. Ada yang bahkan tinggal sekamar berhari-hari antara lelaki dan perempuan, berhari-hari.
Ini merupakan fenomena yang patut membuat saya gusar, barangkali juga Anda sebagai pembaca. Karena seks bebas, baik dalam konteks agama maupun dalam konteks sosial, merupaka sebentuk penyakit yang sangat membahayakan kita.
Karena mengerti sebagai sebuah penyakit, maka agama dalam pemahaman saya sebagaimana pernah saya dapatkan, menitipkan sebuah kewajiban untuk menjaga lingkungannya dari orang-orang yang berpenyakit itu. Sebanyak 44 rumah sekeliling tempat berzina (dalam pengertian hubungan seks di luar nikah) akan merasakan ganjalan dari perilaku sepasang umat manusia.
Pemikiran seperti ini, bagi sebagian pihak, bisa jadi dianggap sangat tradisional. Maka sepihak orang menganggap seks bebas bukan sesuatu yang patut dirisaukan. Malah ketika ada orang yang berzina, orang-orang seperti ini juga akan membela habis-habisan. Tidak bagi orang gampong, yang merasa berdosa bila di gampongnya terdapat orang yang berzina.
Antara keinginan dan kenyataan sudah mendapat jurang. Walau dibenci, ternyata itu juga terlihat dalam kenyataan. Makanya butuh semacam validitas. Sebagai orang gampong yang gelisah, saya merasa di gampong kita penting dilakukan penelitian serupa seperti yang diungkapkan di atas, agar orang-orang di sekitar kita juga menjadi sadar tentang berbagai hal di sekitar kita.
Penting, karena untuk mengetahui sudah sejauhmana fenomena yang kita anggap ada di luar sudah luar biasa. Agar mempersiapkan diri, dengan berbagai proteksi terhadap anak-anak kita. Selain itu, bila memang hasilnya sudah parah, untuk segera tersusun rencana masa depan yang lebih baik.
Katakanlah semacam warning. Gunanya, untuk melihat sejauhmana masyarakat semakin terbuka dengan persoalan seks bebas, dari dulu di beberapa daerah hal ini masih dianggap tabu. Bila terjadi pergeseran dengan makin bebasnya perilaku seks, maka ikatan norma-norma menjadi tidak penting lagi. Nah, apakah di sekitar kita, ketika ada kehamilan secara tidak sah, lalu bukan lagi menjadi masalah?
Tidak adil, dalam persoalan ini bila hanya menyudutkan perempuan. Sebuah kehamilan, secara biologis, terjadi karena ada dua titik temu –ada sperma laki-laki dan ovum perempuan. Walau dalam catatan sejarah keislaman, ada perempuan yang dikehendaki Allah untuk melahirkan anaknya tidak lewat hubungan biologis yang sebagaimana kita kenal lewat pengetahuannya.
Banyak persiapan yang harus dilakukan. Saya termasuk orang yang tidak memandang ini sebagai masalah biasa-biasa saja. Masalah ini adalah luar biasa, perlu penanganan serius, karena kebebasan seperti ini akan menjadi sebuah penyakit dalam masyarakat.
Sebagai penyakit, tentu harus diobati walau harta yang harus dijual. Ketika penyakit sudah datang, pengobatannya jauh lebih susah dari menjaga orang-orang agar tidak sakit. Sedia payung sebelum hujan, menjaga manusia sebelum sakit.
Saya tidak peduli bila ada orang-orang yang menganggap ini bukan penyakit, karena bisa jadi, orang seperti itu sebenarnya juga sudah berpenyakit. Paling tidak, sudah salah minum obat.[]

(Sulaiman Tripa)

Jumat, 25 Juli 2008

VIRUS



BANYAK virus di sekitar kita. Virus penyakit, virus sehat, virus sebagai pengganggu, atau virus perusak.
Virus, menjadi gambaran betapa teritori sudah tak efektif. Segala virus terus berkembang. Ketika perdebatan tentang virus HIV masih terjadi di negara maju, di negara berkembang malah belum apa-apa. Sepuluh tahun setelah perdebatan di negara maju memuncak, negara-negara berkembang sudah dipenuhi pada orang yang tertular HIV.
Dua tahun yang lalu, kasus flu burung terdengar di Hongkong. Kini, jangan-jangan di rumah kita mungkin sudah terkena flu burung melalui hewan-hewan yang kita pelihara. Tak terbayang sebelumnya, ketika tiba-tiba di kawasan Banda Aceh sampai Aceh Utara sudah ditemukan flu burung yang mematikan itu.
Virus-virus ternyata sangat cepat berkembang. Virus penyakit lambat laun menjadi ancaman masyarakat global secara keseluruhan. Saat virus Antrax muncul, beberapa negara maju malah saling berlomba untuk menemukan penangkalnya. Apa yang terjadi? Ternyata sampai kini, tidak ada negara yang berhasil memisahkan semua virus.
Belum lagi virus-virus yang melanda dunia dalam bentuk yang berbeda. Seorang yang dipuja di negara lain, tiba-tiba sudah ada yang mencontoh di negara ini; orang memakai anting, kita memakai anting dan sebagainya. Ketika masalah fungsi alat vital laki-laki dianggap bisa diselesaikan dengan sebutir viagra, banyak dijumpai kasus di Indonesia tentang laki-laki yang tewas karena degup jantung mengencang setelah minum viagra.
Viagra termasuk salah satu virus untuk menyelesaikan masalah seks. Seorang penjual jamu di sudut kota Lhokseumawe, kepada saya menceritakan; di sekitar kita, tersedia banyak sekali obat kuat dan itu sangat alamiah. Tapi kita berpaling, karena kekayaan kita belum menjadi semacam virus.
Selebihnya, virus pengganggu sudah meributkan orang-orang di jagad. Perusahaan sowfware komputer dengan para hacker berlomba-lomba saling menantang lewat dunia maya. Virus yang satu bisa ditangani, lalu muncul virus perusak yang lain. Seseorang nyelutuk, jangan-jangan ada persandingan di tengah persaingan dalam hal virus, katakanlah semacam untuk keseimbangan –ada yang sakit dan ada yang diobati.
Logis, walau belum tentu benar. Sebuah antipenyakit selalu membutuhkan penyakit untuk membuktikan bahwa antipenyakit itu ampuh. Masa, ternyata turut menampakkan sebagian gejala ini. Walau dalam konteks virus, belum tentu seperti itu.
Terlepas, virus telah menjadi kekuatan baru yang barangkali tanpa kiblat, tanpa batas. Ketika virus sudah merajalela, lahirlah perang untuk gejala. Tapi musuh selalu samar hingga kekuatan pendeteksi dari negara sekaliber Abang Sam (AS) sekalipun, susah untuk menundukkan pemiliknya.
Jangan lupa, ini juga akan menjadi kuasa. Orang-orang yang membuat virus komputer, akan bangga ketika pengaman dari berbagai negara tidak mampu menangkalnya. Di Indonesia, seorang mahasiswa yang baru belajar komputer, menembus sebuah website penting dalam perhitungan suara pemilihan umum. Ini juga virus dan akan menampakkan kuasa, walau orang yang membuat tidak seperti orang tertentu di gampong yang sering berucap: bek ka meu ayang ngoen kee (jangan bermain-main dengan saya).
Beberapa hari yang lalu, ketika saya sedang chatting, tiba-tiba sebuah virus masuk lewat sebuah alamat web para bugil. Alamat itu masuk lewat yahoo messenger seorang teman yang dengan akal sehat saya pikir, itu tidak mungkin di kirim kepada saya. Lalu saya buka karena menganggap itu bukan kumpulan bugil. Apa yang terjadi, alamat ym teman-teman saya, semua terkirim alamat itu.
Ada yang berfikir bahwa itu tidak mungkin saya kirim kepada mereka, karena mereka tahu karakter saya. Tapi ada yang lain, mengatakan, apa yang tidak mungkin di dunia ini. Seorang teman yang kuliah di negara Abang Sam (AS), malah menegur saya dengan keras.
Virus, tentu tidak mungkin bisa mendeteksi harapan kita untuk berpikir negatif tentang orang lain. Pembuat virus adalah kuasanya sendiri, dan mungkin juga akan mengatakan, nyan ka kalon kee (ini lihatlah perilaku aku!).
Virus-virus yang disebar dengan sengaja, adalah persoalan ingin menunjukkan kuasa. Tentu, tidak penting bagi mereka untuk melihat siapa yang akan menjadi korbannya.
Kalaulah Anda tidak percaya dengan yang saya katakan, baiknya tak usahlah turut mencari virus.[]

(Sulaiman Tripa)