MASALAH informasi dan komunikasi, sudah melewati fase krusial di Aceh. Fase itu, dimulai sekitar 3 atau 4 Mei 2008, lewat bunyi pesan pendek (SMS, short massage service atau pesan layanan pendek), yang kira-kira berbunyi: Anda jangan mengangkat panggilan dari nomor 0866 atau 0666 atau panggilan berwarna merah, karena bila panggilan itu diangkat akan menyebabkan meninggal. Sudah ada kejadian disiarkan berita di Riau dan Jakarta, kini sedang di Aceh.
Pesan itu, pertama saya baca di kampung, 5 Mei 2008 siang. Dari SMS itu, betapa kemudian akan melahirkan ’keterkejutan’ penerimanya. Apalagi bila penerima itu sebagai ’sentral kabar’, maka dipastikan pesan itu akan dikirim lagi secara berantai.
Penerima, tidak selalu akan mengirim ulang semua pesan itu. Di sini, penerima juga tergolong kreatif. Ia akan mengedit ulang pesan itu menurut bahasanya, yang dipikir akan mempermudah famili atau koleganya mengerti maksud yang disampaikan.
Begitulah, bunyi SMS dasar dengan SMS berantai yang akhirnya kita terima, mungkin sudah berbeda beberapa derajat. Bahkan ada kemungkinan, bunyi SMS yang kemudian menjadi lebih menakutkan dari SMS yang dikirim awalnya.
Inilah yang saya sebut sebagai SMS ma’op. Susah untuk mendapatkan dari mana asalnya. Kalau SMS itu, apakah ia akan menjadi jalan kebaikan atau jalan kejahatan, maka sungguh susah untuk mencari darimana ia bermula.
Butuh kerjasama antarlembaga dan kawasan untuk mendapatkan awal SMS itu. Cara paling mudah tentu menelusuri lewat berbagai penyedia layanan pengirim pesan, untuk melihat kapan dan darimana pesan itu bermula.
Ada SMS lain
Setelah SMS dengan bunyi di atas beredar, keluar lagi corak yang lain. Kira-kira berbunyi: Panggilan 0866 atau 0666 atau berwarna merah jangan diangkat, karena itu panggilan dari orang yang sedang mempraktekkan santet atau ilmu hitam.
Di pesan yang kedua, sudah ada pelibatan ’ahli ilmu hitam’. Pesan berantai yang masuk kemudian sudah mengingatkan atau mewanti-wanti kemungkinan masuknya unsur pelaku yang sedang mempraktekkan ilmu hitamnya.
Setelah pesan kedua, saya membaca pesan lagi yang ketiga: Mengenai ’Ring in Red’ yang terjadi di banyak negara, Kepdik WHO Prof Dr Adi Mok telah menyatakan bahwa kejadian tersebut bukan ulah ilmu hitam, tapi radiasi infra merah yang sengaja dipancarkan secara berlebihan ke nomor hp yang dituju, yang memang benar dapat menyebabkan penerima tewas beberapa saat setelah mendengar telepon. Walaupun tidak dijawab, hp yang terletak dekat juga berbahaya, dapat menimbulkan penyakit perlahan seperti kanker. Sebaiknya kurangi pengaktifan/pemakaian hp sampai dinyatakan aman kembali oleh WHO, dan besok untuk jam 10 pagi diharapkan hp anda tidak aktif karena infra merah akan disebarkan... Ini berita terbaru tentang virus hp, penting untuk dibahas, tolong sampaikan kepada yang lain.
Bila kita edit, maka tampak bahwa pesan keempat itu besarnya empat kali pesan normal. Sementara pesan kebanyakan berukuran satu atau dua kali ukuran normal. Hal ini menggambarkan bahwa lalu lintas pesan berlangsung semarak. Pesan di telepon seluler, sebenarnya sedang menampakkan ’keegoaan’ tersendiri.
Timbul reaksi
Sejak awal beredar SMS itu, media sudah berupaya untuk mengungkapkan kepada publik agar tidak perlu gundah-gelisah secara berlebihan. Selebihnya, karena SMS tersebut muncullah berbagai macam tanggapan.
Serambi (9/5/08) memuat tentang komentar bahwa SMS itu merupakan persaingan kelompok penyedia layanan. Namun salah satu penyedia layanan membantah, dan menyebutkan bahwa bila ini dilakukan yang lahir adalah kontraproduktif, orang-orang akan menjauhi hp.
Menariknya, sejak awal (7-8/5/08), berbagai reaksi telah timbul. Kalangan ulama menyebutkan betapa masalah akidah dalam hal ini menjadi sangat penting diperhatikan. Artinya, ketakutan terhadap hp dan syeitan seperti bersaing dengan ketakutan terhadap Allah.
Beberapa ahli pun memberikan pendapatnya. Serambi (10/5/08) menampakkan bahwa masalah ini krusial, sekaligus membutuhkan penanganan yang lintas bidang. Pada kenyataannya, ada beberapa korban yang harus masuk rumah sakit. Makanya butuh keterangan ahli medis, yang menyebutkan bahwa orang sakit bukan karena hp, tapi karena kecemasan yang berlebihan.
Ahli telematika menyebutkan SMS ini tidak masuk akal. Psikolog menyebut fenomena ini sebagai ”senang lihat orang susah, susah lihat orang senang”. Sedangkan MPU tetap berpendapat seperti semula, bahwa seharusnya kita hanya takut kepada Allah.
Ada satu komentar penting lain. Yakni polisi, yang beberapa kali mengharapkan agar masyarakat tidak resah. Komentar polisi sangat penting, karena hal ini pada akhirnya berhubungan dengan masalah ketentraman dan ketertiban dalam masyarakat.
Berbagai reaksi, bagi saya, memahami sebagai keberhasilan ’penebar SMS ma’op’. Sebuah bunyi SMS, pada akhirnya tidak bisa dianggap sederhana karena berhubungan dengan banyak unsur dan kawasan. Betapa teknologi rentan untuk disalahgunakan, sekaligus ditafsirkan mudah untuk diberitahukan pesan tertentu kepada famili dan kolega demi jaga-jaga atau semacamnya.
Sebuah SMS telah ’memaksakan’ banyak orang harus mengeluarkan komentar pentingnya. Komentar-komentar tersebut tentu lintas aspek dan bidang, menyeluruh untuk menemukan solusi yang satu: SMS yang dikirim lewat ponsel.
Entah apa yang sedang dilakukan penebar SMS ma’op ketika melihat banyak orang yang cemas-gelisah. Bisa jadi mereka sedang tertawa sambil bertepuk tangan.[]
(Sulaiman Tripa)